KEDUDUKAN DAN PERANAN GURU DI SEKOLAH DAN MASYARAKAT*
Oleh : Asung Surnakim, S.Pd
A. Pendahuluan
Sebelum kita berbicara tentang kedudukan dan peranan guru, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari istilah “guru”, agar kita memiliki persepsi yang sama tentang batasan istilah “guru” tersebut.
Sebelum kita berbicara tentang kedudukan dan peranan guru, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari istilah “guru”, agar kita memiliki persepsi yang sama tentang batasan istilah “guru” tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsesia, istilah guru adalah “orang yang pekerjaan, mata pencaharian atau profesinya mengajar.” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001).
Sedangkan
menurut A. Malik Fajar, guru merupakan sosok yang mengemban tugas
mengajar, mendidik dan membimbing. (A. Malik Fadjar, 1998). Jika ketiga
sifat tersebut tidak melekat pada seorang guru, maka ia tidak dapat
dipandang sebagai guru.
Menurut
Henry Adam, seperti yang dikutip A. Malik Fadjar, bahwa “guru itu
berdampak abadi, ia tidak pernah tahu, dimana pengaruhnya itu berhenti” (A teacher effects eternity, he can never tell where his influence stops). (A. Malik Fadjar, 1998).
Menurut Moh. Uzer Usman, guru adalah jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan
ini bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk
melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru
diperlukan syarat-syarat tertentu, apalagi sebagai guru yang profesional
yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan
berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan
melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan pra-jabatan.( Usman, Moh. Uzer, 1998).
Sedangkan menurut Undang-undang RI Nomer 14 tahun 2005, bab I, pasal 1, ayat, 1 disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. (UU nomer 14 tahun 2005)
1. Seorang Pendidik
2. Seorang Pengajar
3. Seorang Pembimbing
4. Seorang Pengarah
5. Seorang Pelatih
6. Seorang Penilai dan
7. Seorang Pengevaluasi (evaluator) bagi peserta didik.
Atau bisa dikatakan juga bahwa guru adalah sebagai ‘’Subyek’’ (Pelaku pendidikan), sedangkan Peserta didik adalah sebagai ‘’Obyek’’ (Sasaran pendidikan).
B. Kedudukan Guru
Dalam ilmu Sosiologi kita biasa menemukan dua istilah yang akan selalu berkaitan, yakni ‘’status’’ (merupakan sebuah peringkat, kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain) dan ‘’peran sosial’’ (merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut) di dalam masyarakat.
Dalam ilmu Sosiologi kita biasa menemukan dua istilah yang akan selalu berkaitan, yakni ‘’status’’ (merupakan sebuah peringkat, kedudukan atau posisi seseorang dalam suatu kelompok, atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain) dan ‘’peran sosial’’ (merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut) di dalam masyarakat.
Status
sebagai guru, atau kedudukan sebagai guru dapat dipandang sebagai yang
tinggi atau rendah, tergantung di mana ia berada. Sedangkan perannya
yang berkedudukan sebagai pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang
layak sesuai harapan masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai
teladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yang dia
ajar. Guru tidak hanya memiliki satu peran saja, ia bisa
berperan sebagai orang yang dewasa, sebagai seorang pengajar dan sebagai
seorang pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya.
C. Peranan Guru di Sekolah
C. Peranan Guru di Sekolah
Peranan
guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak
peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang
menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan
keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka. Begitupun
peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi dua jenis
menurut situasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni : (1). Situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan, (2). Situasi informal di luar kelas.
Dalam situasi formal,
seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang
mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai
kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna
menunjang keberhasilan dari tugas-tugas guru yang bersangkutan yakni
mengajar dan mendidik murid-muridnya. Hal-hal yang bersifat pemaksaan
pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru
menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat mendesak, pada
saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga menganggu
suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan memaksa
anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-cara
tertentu.
Tentunya
hal di atas juga harus disertai dengan adanya keteladanan dan
kewibawaan yang tinggi pada seorang guru. Keteladanan sangatlah penting.
Hal ini sejalan dengan teori “Mekanisme Belajar” yang disampaikan David O Sears (1985) bahwa ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak.
Pertama : Asosiasi atau classical conditioning
ini berdasarkan dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor
anjing. Anjing tersebut belajar mengeluarkan air liur pada saat bel
berbunyi karena sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bel.
Setelah beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila
terdengar bunyi bel meskipun tidak disajikan daging, karena anjing tadi
mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar berperilaku dengan
asosiasi. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan dengan kejahatan
yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita telah
belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan.
Kedua : Reinforcement,
orang belajar menampilkan perilaku tertentu karena perilaku itu
disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan
(atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat
yang tidak menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar membalas
penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si
pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela
hak-haknya. Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak menentang
sang professor di kelas karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang
professor selalu mengerutkan dahi, tampak marah dan membentaknya
kembali.
Ketiga : Imitasi. Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Seorang
anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian dengan meniru
bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak remaja mungkin menentukan
sikap politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka selama
kampanye pemilihan umum. Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal dan hanya melalui observasi biasa terhadap model.
Di antara ketiga macam mekanisme belajar di atas, imitasi
adalah mekanisme yang paling kuat. Dalam banyak hal anak-anak cenderung
meniru perilaku orang dewasa dan selain orang tua si anak, guru di
sekolah merupakan orang dewasa terdekat kedua bagi mereka. Bahkan di
zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak lebih mempunyai kepercayaan
terhadap guru dibanding pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah
seorang guru harus bisa menunjukkan sikap dan keteladanan yang baik di
hadapan murid-muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah
‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’.
Selain
keteladanan, kewibawaan juga perlu. Dengan kewibawaan guru menegakkan
disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar. Dalam
pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak mendidik dan membimbing
anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau
pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan
kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan.
Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin (S. Nasution, 1995).
D. Peranan Guru dalam Masyarakat
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru
yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada
masyarakat yang paling menghargai guru pun akan sangat sulit untuk
berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika
seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya. Ia
akan tersisih dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi
guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya,
sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak.
Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia
pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat
sekitar. Kenapa demikian ? Karena hal tersebut sesuai pula dengan
kedudukan mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan.
Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference)
bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai
yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa
ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain. Ki
Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Ing ngarsa sung tulada : "(yang) di depan memberi teladan/contoh"
Ing madya mangun karsa : "(yang)" di tengah membangun prakarsa/ semangat"
Tut wuri handayani : ("dari belakang mendukung"). (http://id.wikipedia.org).
Ketiga prinsip tersebut sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Dengan
ketiga prinsip tersebut, tampak jelas bahwa guru memang sebagai
“pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara
holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai
agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak
dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat. (T. Raka Joni, 1984).
E. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
E. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut
1. Kedudukan
sebagai guru dapat dipandang sebagai yang tinggi atau rendah,
tergantung di mana ia berada pada tempat dan kondisinya.
2. Guru
tidak hanya memiliki satu peran saja, akan tetapi ia bisa berperan
sebagai seorang dewasa, sebagai seorang pengajar, sebagai seorang
pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya bagi anak-anak didiknya
dan bagi masyarakat di sekitarnya.
3. Peranan
guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak
peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang
menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan
keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka.
4. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan dilaksanakan.
F. Penutup
Demikian makalah tentang “Kedudukan dan Peran Guru di Sekolah dan Masyarakat”, semoga Guru Indonesia benar-benar menjadi guru yang bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan anak didik di sekolahnya maupun di masyarakatnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia [LP3NI], 1998.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
T. Raka Joni, dkk., Wawasan Kependidikan Guru, Jakarta: Depdikbud, 1984.
Undang-undang Republik Indonesia Nomer 14 tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen.
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Cet. IX, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.
** Peneliti
dan Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro
Lampung dan sedang mengambil Program S3 di Universitas Moulay Ismail
Meknes - Maroko.
Sumber: ppimaroko.org
Posting Komentar
Ayo kita ciptakan link blog yang banyak dengan berkomentar gan. !!!